Widget Bawah Header

WELCOME TO MY BLOG
🟦🟦 Manusia hanya mempunyai dua cara untuk belajar: satu dengan membaca dan satunya lagi berkumpul dengan orang-orang yang lebih pintar. (Will Rogers) 🟦🟦

IRONI TENAGA KEPERAWATAN DI JEPANG

Ini adalah cerita yang saya kutip dari salah seorang quorawati yang pernah bekerja sebagai perawat (tenaga medis) di Jepang.

Hati saya tertarik untuk membahas bagaimana tentang Perawat Indonesia yang bekerja di Jepang.

Akhirnya saya merasa bahwa saya mendapat permintaan pertanyaan yang sesuai dengan profesi saya saat ini serta saya rasa banyak adik-adik di dalam komunitas Quora yang pasti penasaran bagaimana sebenarnya menjadi perawat di Jepang.

Tenaga perawat yang bekerja di Jepang

Baca Juga: INILAH NEGARA YANG KAYA AKAN SUMBER DAYA ALAM, TAPI BERPENDUDUK MISKIN

Menilik tentang bekerja di luar negeri, saya rasa orang Indonesia sangat berfikir bahwa orang-orang yang bekerja di luar negeri sangatlah "wah", gaji tinggi dan kehidupan terjamin. Hal ini juga yang membuat TKI Indonesia berlomba-lomba mengadu nasib ke negeri orang.

Menjadi perawat luar negeri adalah beberapa mimpi dari perawat di Indonesia. Selain gaji yang tinggi, kondisi keuangan keluarga yang morat-marit jadi bisa membantu keluarga dalam hal keuangan, mencari pengalaman, mendapat ilmu medis dari negara yang ditinggali serta berbagai macam alasan lainnya.

Tahun 2008 adalah tahun pertama di implementasikannya perjanjian ekonomi antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang melalui Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA).

Dalam kesepakatan tersebut, disepakati klausul “People Movement” yang menjadi tonggak terbukanya pangsa pasar tenaga kerja kesehatan profesional bagi Indonesia. Klausul tersebut menyepakati bahwa Pemerintah Jepang akan menerima tenaga kerja kesehatan dengan kualifikasi sebagai Perawat (Kangoshi) dan Careworker (kaigofukushi) untuk bekerja di rumah sakit dan panti jompo di seluruh wilayah negara Jepang.

Ini sebuah terobosan besar, untuk membuka pangsa pasar luar negeri bagi tenaga kesehatan yang nota bene di Indonesia jumlahnya berlebih dan distribusinya belum maksimal.

Sehingga banyak tenaga kesehatan terutama terkonsentrasi di suatu wilayah dan tidak terserap lapangan kerja.

Baca Juga: Ternyata Belanda Punya Kebiasaan Unik Juga Lho, Inilah Fakta Unik Yang Bikin Kita Geleng-Geleng Kepala

Saya adalah salah satu perawat yang mengikuti program ini sebagai Angkatan Pertama.

Dengan antusiasme yang sangat besar, saya mengikuti program ini dengan harapan akan bekerja di negara maju dengan teknologi canggih dan akan menjadi media pembelajaran yang sangat berharga. Perasaaan betapa menyenangkan bertemu komunitas yang sama meski berbeda negara terus terngiang di otak saya dan pastinya teman-teman saya pada saat itu.

Program ini terbagi dua, perawat untuk menjadi perawat klinis dimana kita akan bisa bekerja di Rumah Sakit besar biasa di Jepang serta caregiver yang artinya kita hanya akan bekerja di Rumah Sakit Jompo dan beberapa daily care lainnya.

Program untuk perawat klinis hanyalah 3 tahun, dimana dalam setahun sekali kita bisa mengambil ujian keperawatan nasional (Register Nurse) Jepang dan bila lulus maka gaji yang kita dapatkan bisa sama dengan gaji orang Jepang yang juga merupakan Register Nurse disini. Dan untuk perawat jompo/caregiver program untuk berada di Jepang adalah 4 tahun dengan ujian perawat jompo hanya sekali di akhir tahun mereka disini.

Jika lulus dalam ujian nasional maka dapat melanjutkan bekerja sebagai caregiver jika tidak maka harus kembali ke Indonesia.

Diawal di implementasikannya program ini, nampak terlihat ketidaksiapan baik dari pihak Indonesia maupun Jepang. Kurangnya persiapan implementasi program membuat banyak rumah sakit maupun panti jompo mengalami culture shock.

Beberapa Rumah Sakit bahkan kebingungan bagaimana cara memperlakukan kami, apa yang harus mereka lakukan. dan mengapa mereka mengambil para perawat juga banyak Rumah Sakit yang tidak mempunyai tujuan jelas. Sehingga terkesan “yang penting tujuan pemerintah mereka tercapai nanti saja mikir bagaimana mengurus para perawat ini”.

Dan ternyata dari salah satu junior saya yang sudah merupakan angkatan bawah diketahui bahwa sampai saat inipun pemerintah Indonesia tidak pernah berusaha memperinci dan memberikan informasi yang jelas tentang apa dan tipe serta perbedaan perawat klinis dan caregiver Jepang. How pity…

Sekilas cerita saya, pelatihan di Depok hanya seminggu untuk menjelaskan persiapan ke Jepang.

Bahkan membaca hiragana ataupun katakana dilakukan dalam waktu sesempit itu. Recehnya pemerintah kita. Yang penting dapat cuan dari Jepang terserah mau perawat-perawat ini terlantar ya ayuk saja. Bahkan tentang seperti apa iklim Jepang saat itu juga tanpa penjelasan.

Dengan tanpa persiapan apa-apa kami sampai di bandara Narita. Dari bandara ini kami yang ratusan akan dibagi menurut wilayah pelatihan masing-masing. Nantinya disanalah kami akan diajarkan kursus bahasa Jepang selama 6 bulan.

Selama 6 bulan digodok dengan kursus yang secepat kilat disaat ini juga sudah banyak yang kaget dan pengen pulang kembali ke Indonesia. Soalnya mau kamu ngerti atau nggak ngerti pelajaran akan tetap jalan terus karena memang kami hanya 6 bulan di pelatihan dan harus masuk ke Rumah Sakit 6 bulan kedepannya. Stress dan sedih ya pasti.

Namun pemikiran bahwa nanti bekerja akan lebih baik. Masuk ke rumah sakit bulan 12 mulai bekerja dan mulai juga belajar keperawatan untuk persiapan ujian nasional perawat lalu mengikuti ujian keperawatan pertama di bulan 2 tahun berikutnya (belum setahun terhitung sudah harus ikut ujian keperawatan, bentuk soal akan saya masukkan fotonya di bawah ini)

Soal ujian keperawatan di Jepang

Soal ujian keperawatan di Jepang
(contoh soal keperawatan dari buku ujian saya sendiri, dokumentasi pribadi)

Terbayang gak, bagaimana kebingungannya menjawab soal-soal tersebut. Belum lagi tentang tata bahasa dan cara bicara yang masih acak-acakan serta kemampuan kami untuk beradaptasi dipertaruhkan. Soal ujiannya sama dengan soal untuk orang Jepang yang harus lulus juga agar mendapatkan lisensi perawat untuk bekerja.

Btw, saya mengikuti program perawat klinis, jadi dikasih kesempatan 3 kali untuk mengikuti ujian perawat. Dan ujian ini saya bisa bilang sangat sulit karena memang orang Jepang saja harus kuliah dulu keperawatan baru bisa ikutan ujian nasional ini.

Serta kebanyakan kanji yang digunakan bahkan orang awam pun tidak bisa membacanya karena lebih khusus ke kanji medis.

Dan beberapa orang asing yang bukan dari program seperti saya harus lulus N1 dulu baru bisa ikutan ujian ini. Serta biasanya orang asing tersebut sudah mulai sekolah perawat di Jepang juga, jadi kemampuan bahasa Jepang mereka jelas lebih baik dari kami.

Disini saya tidak akan menjelaskan terlalu dalam tentang pengalaman saya, karena jawaban ini terlalu meluas nantinya, (apabila ada pertanyaan tentang ini, akan saya kulik lebih mendalam). Disini saya lebih menilik ke permasalahan yang terjadi di Jepang dalam pengambilan perawat dari luar.

Jepang mempunyai lansia yang kemungkinan akan membludak di masa depan. Jumlah persentasi Lansia di Jepang semakin banyak setiap tahunnya dibandingkan dengan usia produktif yang semakin sedikit. Statistik penduduk Jepang ke depan nanti akan seperti piramida terbalik.

Hal inilah yang memaksa negara Jepang untuk memasukkan perawat-perawat dari luar untuk dapat bekerja di negeri mereka.

Saat ini Jepang mengambil perawat dari Indonesia, Philipina dan Vietnam dalam program g to g dan beberapa negara lain seperti Korea dan China dengan program kerja yang lain.

Dengan tingkat kelulusan dalam 12 tahun program ini hanyalah 11,1 persen dari keseluruhan peserta ujian. Yah hanya 11,1 persen hingga saat ini.

Program pemerintah inilah yang masih mempunyai banyak PR karena program yang sangat ketat dan dalam waktu yang sangat singkat.

Menjadi perawat disini jangan diartikan mudah karena dari penelitian yang dilakukan teman saya lulusan S3 Universitas Nagasaki Jepang mbak Susiana serta pengalaman pribadi saya sendiri.

Baca Juga: Apa Fakta Sejarah Yang Membuat Anda Terpana ?

Dari mbak Susi diketahui bahwa banyak sekali calon kandidat perawat (begitu mereka disebut bila belum lulus ujian nasional) yang mengalami masalah kesehatan mental.

Ini didapatkannya disaat meneliti tentang sistem ini di tahun 2016.

Dan memang harus saya akui kesibukan di rumah sakit, keterbatasan bahasa, adaptasi lingkungan kerja serta keharusan untuk belajar keperawatan untuk persiapan ujian membuat kami semua stress.

Belum lagi untuk para perawat yang sudah berkeluarga biasanya malah semakin stress karena beban ekonomi serta kerinduan tak tertahan kepada anak dan juga suami (nanti penjelasan dari mbak Susi akan saya masukkan ke catatan kaki dibawah ini).

Dan beberapa masalah lain adalah beberapa rumah sakit seperti yang saya tulis diatas sebelumnya tidak siap menerima perawat-perawat ini yang artinya sistem belajar juga tidak diberikan.

Banyak sekali rumah sakit yang masih tidak memenuhi sistem pemberian jam belajar kepada para perawat ini.

Hasilnya banyak yang tidak bisa lulus dan harus pulang. Meski ada juga beberapa yang mendapat support serta bantuan dari Rumah Sakit tempat mereka bekerja dan dengan sedih saya katakan rumah sakit seperti ini hanya sedikit jumlahnya.

Waktu sempit, kemampuan bahasa sedikit plus kurang ada waktu untuk belajar. Klop sekali kan?..

Namun setelah ujian dan lulus, tetap saja masih harus ditempa dengan harus belajar lagi bagaimana menulis catatan keperawatan, beberapa orang-orang Jepang yang akan melihat miris dengan tingkat bahasa Jepang serta persaingan teman yang kadang orang Jepang iri melihat kita lebih banyak diberikan fasilitas. Plus orang Jepang yang masih melihat setengah mata kepada perawat asing.

Btw, untuk para calon perawat baik yang klinis maupun yang perawat jompo sebelum lulus biasanya diberi upah sesuai UMR oleh beberapa rumah sakit, namun banyak juga yang mengupah dibawah UMR orang Jepang. Kembali lagi kepada rumah sakit masing-masing.

Dan buat perawat jompo/care giver sampai lulus pun gak bakalan bisa megang suntikan, yah karena memang bukan bagian mereka disini.

Menjadi perawat di Jepang artinya kerja 8 jam dengan kedisiplinan tinggi, waktu pulang kerja istirahat berarti harus belajar untuk persiapan ujian dan keinginan untuk melakukan prosedur keperawatan yang terhalang lisensi serta jenis tipe pekerjaan perawat yang berbeda dengan di Indonesia.

Lalu apa Solusi yang ingin saya katakan?. Saya sih berharap rumah sakit yang mengambil adik-adik junior saya ini bisa memberikan support yang maksimal untuk meminimalisasi gangguan kesehatan mental pekerjaan serta saya berharap di Indonesia dijelaskan secara detail tentang jenis dan tipe pekerjaan serta bagaimana nantinya saat tinggal disini sebagai gambaran untuk calon perawat yang akan beradaptasi serta bekerja di negeri ini. Semoga ini bukan hanya khayalan saya belaka.

Maaf jika penulisan saya ini terlihat begitu kejam namun saya ucapkan

Silahkan untuk anda yang ingin tetap mengejar keperawatan di Jepang karena meskipun banyak kesedihan namun bagi yang bisa berinteraksi dan beradaptasi dengan kehidupan Jepang semua mungkin akan menyenangkan dan memang saya ucapkan satu hal untuk semua yang berniat kesini. MUSTI TAHAN BANTING DAN KUAT FISIK DAN MENTAL.

Dan jangan takut juga meski banyak tantangan, pemerintah Jepang terus berusaha memperbaiki sistem ini dengan memberi pelatihan 1 tahun untuk para calon perawat ini. Dan dari yang saya dapat informasi bahwa ada beberapa perawat yang sudah lulus N2 sebelum berangkat ke Jepang serta bisa lulus sekali ujian. Yah, saya hanya perintis saat itu jadi mungkin penjelasan ini tidak relevan lagi dimasa ini.

Serta masih banyak teman-teman perawat yang sudah pulang kembali lagi dan berusaha untuk mengulang ujian dan lulus karena setelah lulus akan banyak kesempatan membentang untuk para perawat di Indonesia.

Buat teman-teman seprofesi yang ingin lebih santai, saya sarankan silahkan mencari pekerjaan selain dari negeri Jepang.


12 tahun sudah berlalu dan mungkin sudah banyak perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang dan Indonesia.

Namun persoalan gunung es ini masih susah untuk dicairkan dan problematika ini akan terus menjadi PR besar untuk pemerintah Jepang dan Indonesia.

Link: https://theconversation.com/perawat-migran-indonesia-di-jepang-gajinya-tinggi-apakah-mereka-bahagia-90841

Terima Kasih..

0 Response to "IRONI TENAGA KEPERAWATAN DI JEPANG"

Post a Comment

COMMENT IN A POOR AND WISE WAY👌

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

READ THIS ARTICLE!